MY BLOG

It's my blog...
i'm a cassiopeia...
i love TVXQ..DBSK..DBSG..THSK..JYJ..HoMin...

WELCOME...!!!! :D

Jumat, 18 Februari 2011

INGINKU....(by Jae)..^^

kau mau tau apa yang aku inginkan??

Aku menginginkan mu...kamu yang selalu ada untukku...selalu bersamaku...selalu melindungi diriku...selalu menjaga jiwaku....selalu menyayangi cintaku...

Selalu dan selalu...Tapi tak selalu itu akan selamanya.

Benar kah aku? Ya..aku sangat benar.



Dirimu yang tak pernah luput dari pandanganku..kini berada jauh di sana.

Tak dapat kujangkau dengan apapun. Aku hanya bisa mendengar dan melihatmu. Tanpa bisa menyentuh tubuhmu yang dulu selalu ada untukku.

Memikirkan semua itu malah semakin membuatku terluka. Karna rinduku padamu yang tak berkesudahan.

Bantu aku untuk melupakanmu. Bagaimanapun cara yang telah kucoba. Nihil. Rasa ini terlalu kuat untukku lawan. Kau telah menanam semuanya dengan sangat rapih. Terlalu kuat akar yang tumbuh didasarnya. Sulit untuk kecabut dan kulepas dari dasar hatiku yang paling terdalam.

Dengarlah wahai JUNG YUNHO. Apakah kau merasakannnya? Atau kau bisa melupakannya?

Mungkin..ya..semua itu serba kemungkinan.

Namun INGINKU...tak muluk-muluk. Bisa melihatmu saja sudah cukup membahagiakan.

Meski jauh..itu lebih baik daripada tidak sama sekali. Ya kan?

AKU MENCINTAIMU....MERINDUKANMU...

SARANGHAEYO YUNNIE~~...<3

Senin, 14 Februari 2011

Fanfic "My Baby" chap 12

"Dia mencintaimu..." Kata si Perempuan yang membawaku sampai di tempat tinggi ini. Sesaat dia menoleh ke arahku lalu kembali menatap sesosok cowok yang duduk berlutut di ujung sana. Aku masih belum tau siapa itu, karna dia membelakangi kami. "Dia adalah seseorang yang kamu hindari...seseorang yang ingin kamu enyahkan dari dunia...seseorang yang selalu mengganggu setiap detik ke detik...Tapi hanya dialah, seseorang yang selalu menerima itu." Tersenyum tipis, gadis putih bak kapas itu melanjutkan.."Seseorang yang setia menunggumu..sampai saat indah itu pun datang, dia tetap menunggumu mengingat akan dirinya. Tapi entahlah..." Kata-katanya menggantung..seakan hendak menyindir gadis di sebelahnya itu.

Mika masih diam seribu bahasa...(dan kayaknya gak ngerasa sindiran itu ditujukan buatnya) Tanpa komando, Mika mengepakkan sayapnya perlahan, menuju tubuh tegap namun rapuh itu. Dan kini barulah dia menyadari pemilik tubuh itu adalah seseorang yang dimaksud si gadis berambut panjang nan berkilau tadi. Tubuhnya pun lunglai seketika refleks hendak memeluk tubuh cowok tampan itu.

"Kamu lupa ya??..Kamu tembus..kamu transparan..kamu udah.." Mika memotong, "Ya..aku udah mati. Aku tau.." Hanya memandang, ya Mika cuma bisa itu. Setetes demi setetes..air bening keluar dari mata bulatnya. Dia menangis dibalik lututnya. "Maafkan aku..hiks..hiks..mianhae.." Disela-sela isakan tangisnya..

Sosok di depannya berdiri. Tubuh tegap itu kembali mencoba tegar. "Tuhan, bila ini jalanku,,aku terima. Aku mencintaimu selamanya..Mika.." Dan Jejung pun berbalik..meninggalkan 2 sosok yang tak terlihat di matanya itu. "Don't cry, girl. that's not help anything, key? come on...follow me.."

"Tempat apa ini?"  Memandang layar-layar besar di sekitarnya. "Ini layar pemutar kejadian di masa lalu, kamu cuma punya kesempatan memilih 3 masa yang berbeda..silahkan." Ujar gadis bermata biru itu pada mika sembari memberikan sebuah remote. "Show me in 7 years ago.." Klik, dan gambar-gambar itu terputar di layar yang besarnya tak terhingga...

"Maafkan aku, orang tuaku yang memilihkan universitas itu untukku." Seorang pria berkulit putih, sepertinya aku kenal dia...Jejung! Teriaknya dalam hati. "Jadi kau akan pergi untuk selamanya?" Jejung muda itu menggenggam jemari Mika yang masih bermantelkan polkadot. "Tidak, aku akan kembali untuk menikahimu..." Jawab pria cantik itu setelah mengecup permukaan telapak Mika.

Tak ada kata yang terucap di bibir gadis cantik ini. Air matalah yang kini kian membasahi wajah ayu-nya. "It's enough?" Tanya wanita bercahaya yang masih berada di sampingnya itu. Mika mengangguk pelan. "Show me when Jejung where not with me.." BLUUZZZ

Cahaya yang menyilaukan sempat memutihkan segala pandangan Mika. Tapi tak lama, layar itu pun dipenuhi dengan pemandangan serba hijau. Sebuah taman? Tanya Mika dalam hati. Diperhatikannya setiap detik perputaran kejadian di depannya itu. Tanpa berkedip (tetep bernafas koq..:p).
Dan kini jauh lebih mengagetkan dari sekiranya pikiran Mika.

"Jejung...kemarilah" Seorang wanita paruh baya yang melambai-lambaikan tangan. Memanggil anak tunggalnya. "Ne, Umma. Waeyo?" Tanya anaknya itu.
"Kau suka tempat ini?"
"Ne..sangat suka, Umma. Kalo Umma sendiri?" Tanya Jejung balik.
"Umma ingin dikubur di sini, bila nanti Umma tak ada. Apa kau akan tetap datang ke sini?" Raut wajah Jejung sedih dan menunduk. Seraya memeluk Ummanya dari samping sambil berlutut. Menyamakan tingginya dengan Ummanya yang kini terduduk lemah di atas kursi roda.

Air mata Ummanya mengalir perlahan. Jejung terus berusaha menahan air matanya sendiri. Ia tak ingin membuat Ummanya sedih karna melihatnya menangis juga.

"Kau belajarlah dengan baik. Jangan lupa makan, karna kau sangat pelupa kan? Belum tua saja sudah pelupa. haahaha" Ummanya terkekeh, Jejung pun juga. Namun air matanya tetap bersikeras untuk meluncurkan diri.

"Itu artinya kau harus cari seseorang yang dapat menemanimu selamanya. Agar selalu bisa mengingatkanmu untuk makan. Menemanimu saat kau sendirian. Menjagamu saat kau sakit dan Untuk hidup bersamamu sampai kalian mati...." Tangan Jejung semakin kuat dalam pelukannya dan Ummanya.

"Jejung sudah menemukannya. Jejung selalu berdoa agar dialah yang akan menjadi pasangan sehidup semati Jejung. Suatu saat aku akan membawakannya untukmu Umma..." Dikecupnya puncak kepala Umma tercintanya itu.

"Uhuukk..uhukk." Tibi-tiba Ummanya terbatuk-batuk. "Ah, Umma. Aku rasa udara di sini tak baik bila lama-lama. Saatnya kembali ke dalam rumah." Jejung pun dengan hati-hati mendorong kursi roda Ummanya untuk masuk ke dalam rumah. Ya, rumah sakit.

Entah sudah berapa ember Mika menghabiskan cucuran air matanya.Wanita tembus pandang itu membantunya untuk menghapus linangan air mata yang setia membasahi pipi merah Mika. "Tenanglah, Mika. Kau masih harus memilih kesempatan terakhir. Apakah kau akan melanjutkannya?" Tanyanya setelah dirasa Mika cukup tenang.

"Ba-baiklah..aku ingin melihat yang terakhir. Show me after that until now....!"


TBC

Selasa, 07 Desember 2010

Fanfic "My Baby" chap 11

"Aaww..." Erang Jejung sambil memegangi kepala-nya yang masih terasa berat sebelah. Pandangannya masih rada kabur tapi dia tau, Jima kini lah yang duduk di sebelah ranjang pasien-nya. "Oppa...hiks..hiks.." Jima mencengkram lembut kemeja lengan Jejung. Mendengar isakan Jima, si empu-nya kemeja memperbaiki posisi-nya menjadi duduk. Kedua tangannya menepuk pelan bahu Jima yang sedari tadi menunduk lemah.

"Tenanglah..kau kenapa?" Kini pandangan dan kinerja otak Jejung sepenuhnya kembali pulih. "Hiks..hiks..Oppa.." Mencoba menenangkan diri dan menghapus air mata di pipinya..." Oppa harus janji satu hal..don't cry like me..." Jejung mengusap kepala Jima, hendak mengajak bercanda. " Come on, can you tell me, what's happen with you?" Jima menggelengkan kepala, "Nothings happen with me, but...hiks..with Unnie ! Huhuhuu..." Tangis Jima semakin membeludak kancang, rasa sedih yang melanda hatinya seakan memberontak keluar. Air muka Jejung mengeras, kepalanya terasa panas. Seakan aliran darah-nya berhenti mengalir dan oksigen di ruang ber-AC itu mendadak lenyap.

Sesuatu yang buruk terjadi pada pujaan hati-nya itu ! Jejung menarik Jima menuju ruang rawat Mika. Namun setelah berada di ambang pintu, tiba-tiba keberanian Jejung ciut. Dia hanya tak sanggup bila harus melihat seorang yang mengisi hatinya kini telah pergi. "Come on..." Jima menarik-nya untuk masuk.

Tubuh Mika terhalang oleh beberapa orang. Mereka keluarga Mika. "Umma..Appa..ini Jejung Oppa.." Mereka berbalik menghadap Jejung. Jejung dapat melihat dengan jelas, wajah mereka sangatlah menyedihkan. Wajah mereka basah dengan air mata, kantung matanya pun lembab.."Oh, nak. Silahkan..." Suara pria paruh baya itu terdengar sengau. "Ne..Appa.." Dan Jejung pun melihat jelas apa yang ada di depannya kini.

"Umma..tenanglah..hiks..hiks..." Jima ingin menenangkan tetapi air mata menghujamnya kembali. Seiring tangisan 3 orang di belakang-nya itu, mata Jejung hanya terfokus pada apa yang dilihatnya. Sesosok jasad yang kosong tak bernyawa. Wajah pucat dan bibir yang kering membiru. Inikah Mika yang kukenal? Tanya-nya dalam hati. Tentu benar, bodoh. Hati-nya menjawab. Akhirnya tak mampu membendungnya lagi, Jejung menangis dan memeluk tubuh kaku itu. Terasa dingin. Tangisnya semakin menjadi-jadi saat kedua ortu Mika menariknya perlahan. Karna dokter dan para suster akan membawanya ke ruang lain.

Ini bukan kiamat. Tapi kiamat bagi seseorang yang ditinggal kekasih hatinya mati. Ya...mati tanpa dirinya yang menemani saat terakhir itu. "TIIIIIDDDDAAAAKKKKK  !!!!!!!" Teriakan itu seakan lenyap termakan angin. Kini dia berada di lantai gedung rumah sakit paling atas. Sampai dia terduduk lemas. Tenaga-nya habis karna menangis tanpa henti serta berteriak.

Minggu, 05 Desember 2010

Fanfic "My Baby" chap 10

"Hhhhaahh...eemmm.." Erangan Mika membangunkan Jima yang tertidur pulas di pinggiran ranjang-nya. "Eh,,Unnie. Kamu bangun juga akhirnya..sebentar ya.." Jima segera berlari keluar. Dan tak lama kemudian beberapa orang, masuk di belakang Jima. Dia dokter dan suster yang tadi menangani Mika, "Dok, Unnie saya udah bangun !" Semburat wajah ceria Jima memandangi wajah lemah Mika.

Sebuah alat (teleskop) kini bergantung di telinga si dokter, dan memeriksa keadaan pasien-nya tersebut. Gerakan si Dokter terlihat berbeda. "Kenapa, Dok?" Jima merasakan hal itu. Wajah pria paruh baya itu berubah drastis, menjadi panik se-panik-panik-nya. "Hun, Min...cepat panggil yang lain. Bawa dia ke ruang ICU, segera !" Ujarnya pada 2 wanita yang menemaninya tadi, mereka pun berlari keluar. Jima merasa di-kacangi-sama-si-tua-itu. Jadi dia segera menarik lengan baju putih itu gemas, "Dok, listen to me..what happen with my Unnie !?"

"Nak, sabarlah. Tuhan berkehendak lain...dia..." Tak perlu melanjutkan-nya. Jima udah tau jawaban laknat itu..Refleks dia menangis di atas tubuh yang tak bergerak walau sudah di guncang-nya ber-kali-kali. Dokter itu gak berbohong seperti yang dikira-nya. "Ini lelucon paling jelek, Unnie..! Bangun lah..kumohon BANGUN !!!" Mau teriak 100 kali dengan oktaf 8 pun gak akan mengubah keadaan. Gadis itu tetap bergeming, tak menyahut.

Sederas apapun hujan yang membasahi-nya..dia tetap diam. Sekencang apapun angin yang menerpa-nya..dia tetap diam. Sedahsyat apapun gempa yang mengguncang-nya..dia tetap diam. Karna raga itu telah kosong. Jiwa yang tak menyatu lagi hanya dapat memandangi raga-nya dari kejauhan. Melihat seorang gadis yang sangat disayangi-nya menangisi kepergian-nya itu.

Tangan yang hendak membelai rambut gadis itu tembus. Tak tergapai sedikit pun, ya..dia telah mati. Mereka telah berada di dunia yang berbeda 180'. Sebelum berfikir banyak tentang semua itu, seseorang menarik lengan-nya. Seseorang yang seperti cahaya, mempu menyilaukan setiap mata yang melihat-nya. Namun tak banyak waktu untuk bertanya, jiwa Mika masih shock karna ini semua. Maka dia membiarkan seseorang itu (yang sepertinya seorang cewek) membawanya entah kemana...Dan dia baru menyadari bahwa ada sepasang sayap yang melekat di punggung-nya dan cewek itu..

TBC...

Fanfic "My Baby" chap 9

"Ehmm..." Gaya para kebanyakan Dokter yang biasanya akan menyampaikan sesuatu, sambil memperbaiki letak kacamata-nya. Dia bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah sebuah gambar dinding terawang yang menggambarkan semacam tulang-tulang. "Kemarilah.." Ujar-nya tak berbalik arah, tapi Jejung tau bahwa itu di tujukan padanya (Memangnya ada orang ketiga selain mereka? gak, kan?!)

"Apakah anda merasa bahwa adik anda mengidap suatu penyakit?" Dia bukan adik-ku, batin Jejung. "Ani,,kenapa, Dok?" Si Dokter kembali mendesah, "Hahh...menurut diagnosa yang kami lakukan..Adik anda mengidap penyakit yang cukup serius.." Jejung merasa muak dengan segala basa-basi yang diberikan pria tua berpakaian putih-putih itu. Maka ditariklah kerah pakaian dokter-nya oleh Jejung, "Cepatlah, aku tak suka berbasa-basi bila itu tak membantu sama sekali !!" Si Dokter tentu aja kaget seper-empat mati, setelah Jejung melepas cengkraman dari kerah-nya, si Dokter merapikan dan segera to the point.

"Dia mengidap kanker paru-paru." Cttaaarrrrrrrrr...!!! Seakan ribuan petir menyerbu kepala Jejung saat itu juga. Tiba-tiba kaki-nya terasa lemas dan tak mempunyai tenaga untuk berdiri. Untung aja si Dokter refleks menahannya sebelum jatuh telak ke lanta keramik yang terlihat berkilau itu. "Istirahat lah, di sini." Pesan Kobu, tackname si dokter tadi sebelum meninggalkan Jejung di sofa yang ada di ruang tersebut.

"Oppa lama sekali..." Jima sedari tadi mondar-mandir di depan ranjang Mika, yang sedari tadi belum siuman juga. Kini mata Jima menatap tubuh yang terlihat rapuh itu, dan mendekatinya. "Unnie..kamu beruntung. Dia terlihat sangat mengkhawatirkan-mu..bangunlah..apa kamu tega melihatnya seakan terpuruk begitu??" Ya..seseorang yang cukup aneh, karna mengajak bicara seseorang yang sedang tak sadarkan diri...

Namun tak semua seperti itu, bukan? Mika memang belum siuman, tapi dia mendengar. Mendengar semua yang tak diketahui oleh yang lain-nya..

TBC...